Dhaman dan Kafalah
A.
Dhoman
1.
Pengertian Dhoman
Dhaman adalah menanggung hutang orang yang berhutang. Misalnya,
Ahmad mempunyai hutang kepada Fahmi dan ingin memintanya, kemudian Hasan yang
dibenarkan bertindak berkata, “utang tersebut berada dalam tanggunganku dan aku
yang menanggungnya”. Dengan car seperti itu, Hasan menjadi damin (penanggung)
dan Ahmad berhak meminta piutangnya pada Hasan. Jika Hasan tidak menepati
janjinya, Ahmad meminta Fahmi membayar hutang.
Setiap
orang islam diperbolehkan menjadi damin bagi orang lain. Hal tersebut
didasarkan atas firman Allah SWT dan sunnah Rasulullah Saw berikut.
a.
Firman Allah SWT.
قالوا نفقد صواع
الملك ولمن جاء به حمل بعير و انا به زعيم.(يوسف : ٧٢)
Artinya
:“Mereka menjawab, “kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku
jamin itu.”
b.
Sunnah Rasulullah Saw.
الزعيم غارم
Artinya
:“Penanggung itu penjamin.” (HR. Ahmad dari Abi Umamah: 21263).
Setelah diketahui pengertian dan kebolehan dhaman, berikut ini dijelaskan pula
mengenai rukun dan syarat Dhaman.
2.
Rukun Dhoman
Terselenggaranya dhaman dengan baik harus dipenuhi rukunnya sebagai
berikut :
a.
Yang menanggung disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan
hartanya (mahjur) dan dengan kehendak sendiri.
b.
Yang berpiutang (madmun lah) disyaratkan diketahui oleh yang menanggung.
c.
Yang berutang (madmun anhu)
d.
Utang barang disyaratkan diketahui dan tetap barangnya.
e.
Lafal disyaratkan berupa jaminan dan tidak perlu ada Kabul.
3.
Syarat-syarat Dhoman
Diantara
syarat – syarat dhaman adalah sebagai berikut :
a. Penanggung harus mengenal orang yang ditanggung sebab setiap
orang berbeda – beda di mata orang yang menanggungnya. Mereka juga memiliki
tujuan yang tidak sama. Apabila belum mengenalnya, berarti penipuan.
b. Jumlah utang yang ditanggung harus sudah resmi dan tetap.
Sehubungan dengan hal itu, tidaklah sah menanggung jatah makan orang istri
untuk besok pagi sebab jumlahnya belum pasti dan ketentuannya belum tetap
(belum Wajib).
c. Jumlah yang ditanggung sudah diketahui. Apabila belum
diketahuijumlah yang ditanggung, tanggungan itu batal dan tidak sah, seperti
dalam pernyataan,”saya tanggung segala kewajibanmuterhadap si fulan, “adalah
tidak sah menanggung orang lain.
d. Penanngung diisyaratkan harus orang yang ahli dalam penggunaan
uang atau harta. Anak kecil, orang gila, dan anak yang bodoh tidak sah
menanggung orang lain.
B.
Kafalah
1.
Pengertian dan Dasar Hukum Kafalah
Kafalah termasuk jenis dhaman (tanggungan), tetapi lebih khusus
pada tanggungan badan. Jadi, kafalah adalah orang yang diberbolehkan bertindak
atau (berakal sehat) berfungsi menunaikan hak yang wajib ditunaikan orang lain
atau berjanji menghadirkan hak tersebut di pengadilan.
Dasar
hukum kafalah adalah Al – Qur’an dan As – sunnah
a.
Al – Qur’an
Allah
SWT berfirman dalam surat yusuf : 66
قال لن ارسله معكم
حتى تؤتون موثقا من الله لتاء تنني به الا ان يحاط بكم فلما ءاتوه موثقهم قال الله
على ما نقول وكيل
Artinya
:“Dia (yaqub)berkata,”aku tidak akan melepaskan (pergi) bersama kamu
sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan
membawanya kepadaku kecuali kamu dikepung (musuh).”stelah mereka mengucapkan
sumpah, dia,(yakub) berkata,”Allah adalah saksi terhadap kita ucapkan. “(QS.Yusuf/12:66)
b.
As – sunnah
Rasullalah
saw bersabda sebagai berikut
العارية مؤداة و
الزعيم غارم. رواه ابو داود
Artinya
: Pinjaman hendaklah dikembalikan dan menjamin hendaklah membayar .(HR.Ahmad
dari abu umamah;21263)
Selain
hadist diatas, nabi Muhammad saw bersabda sebagi berikut.
ان النبي صلى الله
عليه و سلم تحمل عشرة دنانير عن رجل قد لزمه غريمه الى شهر وقضا ها عنه . رواه ابن
ماجه
Artinya
: Bahwa Nabi saw pernah menjamin 10 dinar dari seorang laki – laki yang oleh
penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan,maka utang sejumlah itu dibayar
kepada penagih. (HR. ibnu Majah). Ayat dan hadits diatas mengandung pengertian
tentaang keharusan bertanggung jawab atas seseorang hingga kembali ke rumah.
Menurut madzhab hanafi rukun kafalah adalah ijab dan Kabul, sedangkan menurut
para ulama’ lainnya, rukun dan syarat kafalah sebagai berikut.
1) Damin, kafil, atau za’im adalah orang yang menjamin. Syarat
orang yang menjamin adalah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan
hartanya, dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2) Madmin lah adalah orang yang berpiutang, syaratnya adalah yang
berpiutang diketahui oleh yang menjamin. Madmun lah disebut juga dengan makful
lah.
3) Madmun ‘anhu adalah orang yang berhutang.
4) Madmun bih adalah utang, barang, atau orang. Syarat madmun bih
adalah dapat diketahui dan tetap keadaannya,baik sudah tetap maupun akan tetap.
5) Lafal disyaratkan berarti menjamin, tidak digantungkan kepada
sesuatu dan tidak berarti sementara.
2.
Syarat dan Rukun Wakalah
a.
Kafil,
yaitu orang yang berkewajiban menanggung.
b.
Ashill,
yaitu orang yang hutang atau orang tang ditanggung akan kewajibannya.
c.
Makful
Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya.
d.
Makful
Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang
yang ihwalnya ditanggung (makful anhu).
3.
Macam-macam Kafalah
a.
Kafalah dengan jiwa adlah adanya keharusan pada pihak penjamin untuk
menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan.
b.
Kafalah harta adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh penjamin dengan
pembayaran (pemenuhan) berupa harta. Kafalah harta terdiri atas tiga macam,
yaitu :
1) Kafalah bid ad – dayn adalah kewajiban membayar utang yang
menjadi beban orang lain,
2) Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan
benda – benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan
barang yang digashab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli,
3) Kafalah dengan aib. Maksudnya, barang yang didapati berupa harta
terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atu karena
hal – hal lainnya. Oleh karena itu, pembawa barang sebagai jaminan untuk hak
pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang yang dijual adalah milik
orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.
4.
Pelaksanaan Kafalah
Kafalah
dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk, yaitu munjaz (tanjiz), mu’allaq
(ta’liq), dan mu’aqqat (tauqit).
a. Munjaz (tanjiz) adalah tanggungan yang ditunaikan seketika,
seperti orang berkata,” saya tanggung si Ahmad dan saya jamin si Ahmad
sekarang.”
b.
Mu’allaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan dengan sesuatu,
seperti seorang berkata,” jika kamu mengutangkan pada anakku, aku yang akan
membayarnya.”
c. Mu’aqqad
(tauqid) adalah tanggungan yang harus dbayar dengan dikaitkan pada suatu waktu,
seperti ucapan seseorang,” apabila ditagih pada bulan ramadhan, aku yang
menanggung pembayaran utangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar